Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) adalah partai politik yang didirikan di Bogor pada 20 Mei 1954 oleh para mantan kolonel Angkatan Darat, yaitu AH Nasution, Gatot Subroto, dan Azis Saleh. Nasution mendirikan IPKI setelah dirinya dinonaktifkan sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pasca Peristiwa 17 Oktober 1952. Melalui IPKI para mantan kolonel tersebut berupaya menarik kekuatan dari kalangan militer untuk terjun dalam dunia politik (Bambang Purwanto dkk. 2008: 120). IPKI diakui oleh negara secara sah sebagai partai politik melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 128 Tahun 1961 (https://jdih.setkab.go.id/ ). Sebagai partai yang berhaluan nasionalis, IPKI bertujuan untuk mengamalkan dan menerapkan falsafah serta ideologi Pancasila dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk tujuan nasional.
Sebagai partai politik yang mayoritas beranggotakan anggota TNI, IPKI maju dalam pemilu 1955. Sebanyak 167 calon diajukan, di mana 73 di antaranya berasal dari anggota TNI. Dari total 118 peserta yang ikut dalam pemilu, IPKI berhasil menempati urutan 9 dengan perolehan suara sebanyak 541.306 suara atau setara dengan 1,43% dari total suara yang masuk. Dengan perolehan tersebut, IPKI mendapatkan empat jatah kursi di DPR dan satu kursi golongan minoritas yang diwakili HJC Princen, keturunan Belanda yang menjadi WNI. Dalam pemilu tersebut, IPKI juga mendapat delapan kursi sebagai anggota konstituante atas perolehan suara sebanyak 544.803 atau setara 1,44% dari total suara yang masuk (Ariyanto 2020: 36-39).
Pada 10 November 1956 Presiden Sukarno membentuk konstituante yang salah satu tugasnya ialah merumuskan UUD yang baru. Wakil IPKI berperan aktif dalam memperjuangkan ditegakannya Pancasila sebagai dasar negara (Faisal Ismail 2017: 81). Namun, setelah bertahun-tahun bersidang, lembanga tersebut tidak membuahkan hasil. IPKI yang didukung oleh pendirinya, Nasution, kemudian turut mendorong dibubarkannya konstituante. Lembaga tersebut resmi dibubarkan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. UUD 1945 kembali diberlakukan untuk menggantikan UUDS 1950 yang sebelumnya diberlakukan pasca RIS dibubarkan. Melalui Dekrit tersebut, dibentuk pula MPRS (Majelis Perwakilan Rakyat Sementara), di mana Nasution kemudian sempat menjadi ketuanya pada awal pemerintahan Orde Baru (Gonggong dkk. 1993: 176-178).
Tidak hanya ikut bertarung dalam Pemilu, IPKI juga membentuk organisasi kepemudaan untuk mendukung tujuan partainya. Dalam kongresnya pada 1959, IPKI membentuk Pemuda Patriotik. Pembentukan organisasi tersebut sebagai upaya untuk mempertahankan UUD 45 dan dasar negara Pancasila dari PKI yang saat itu semakin menguat. Pemuda Patriotik sempat vakum dan bangkit kembali dalam kongres IPKI pada 1960 dan berganti nama menjadi Pemuda Pancasila (Anderson 2018: 16).
IPKI kembali bertarung dalam pemilu pada 5 Juli 1971. Di ajang yang diselenggarakan oleh Pemerintah Orde Baru tersebut, jumlah suara yang diperoleh IPKI mengalami penurunan sangat tajam. Partai tersebut hanya memperoleh 338.403 suara atau setara dengan 0,61% dari total suara yang masuk. Perolehan suara tersebut membuat IPKI hanya menempati peringkat 10 dan tidak mendapatkan jatah kursi di DPR (Fautanu 2020: 66). Pemilu tersebut menjadi pemilu pemerintah Orde Baru yang pertama dan terakhir yang diikuti oleh IPKI.
Pada 10 Januari 1973 IPKI bubar dan kemudian berfusi dengan PDI, meski awalnya partai ini cenderung dekat dengan Golkar. Setelah berkongres pada 1994, IPKI berubah statusnya menjadi ormas non-afiliasi. Ormas ini kemudian merapatkan diri dengan Golkar dan mendukung partai tersebut menjelang pemilu 1997 (Thaha 2018: 53).
Penulis: Siti Utami
Instansi: Universitas Tebuka
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.
Dewi Ningrum
Referensi
https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/en/election/directory/political_party
Anderson, Benedict R. O’G, etc (eds). 2018. Violence and the State in Suharto’s Indonesia. New York: SEAP – Cornell Southeast Asia Program Publications.
Anhar Gonggong, dkk, 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI, Republik Indonesia: Dari Proklamasi Sampai Demokrasi Terpimpin, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ariyanto. 2020. Memulihkan Hak Pilih TNI dan POLRI di Pemilu (Telaah Konstitusional Hak Asasi Manusia dalam Melindungi Hak Politik Warga Negara). Yogyakarta: LeutikaPrio.
Bambang Purwanto, dkk., 2008. Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Faisal Ismail. 2017. Panorama Sejarah Islam dan Politik di Indonesia. Yogyakarta: IRCiSoD.
Idzam Fautanu. 2020. Partai Politik di Indonesia. Bandung: Prodi S2 Studi Agama-agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Idris Thaha. 2018. Islam dan PDI Perjuangan: Akomodasi Aspirasi Politik Umat. Jakarta: Prenadamedia.
IPKI, Tudjuh Tahun Melintas Masa, 20 Mei 1954 – 20 Mei 1961, dalam http://koleksitempodoeloe.blogspot.com/2010/07/buku-kuno-tudjuh-tahun-melintas-masa-20.html