Zulkifli Lubis
Zulkifli Lubis adalah seorang yang dikenal sebagai bapak intelijen Indonesia atau peletak dasar pembentukan intelijen di Indonesia. Ia lahir di Kutaraja, Banda Aceh, 26 Desember 1923. Ayahnya seorang pamong praja Belanda yang bernama Aden Lubis yang diberi gelar Sutan Sarialam dan ibunya bernama Siti Rewan Nasution. Zulkifli Lubis menghabiskan masa kecilnya di Aceh dan memulai pendidikan dasar di Holland Inlandsche School (HIS) pada tahun 1930-1937. Setelah menyelesaikan pendidikan di HIS, ia melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Aceh (1937-1941). Selama menempuh pendidikan di HIS dan MULO, Zulkifli Lubis dikenal sebagai murid yang cerdas. Ia menguasai ilmu berhitung dan sejarah dengan sangat baik (Tempo, 29 Juli 1989).
Saat menempuh pendidikan di MULO, Zulkifli Lubis mulai membaca surat kabar berbahasa Belanda Deli Blaad yang memuat pidato-pidato Sukarno, Muhammad Hatta dan M.H. Thamrin. Sejak saat itu, Zulkifli Lubis mulai mengenal pergerakan nasional. Bahkan, ia bersama dengan teman-teman sekolahnya memiliki perkumpulan anti Belanda yang bernama Patriot, salah satu bentuk dari gerakannya adalah tidak ikut menyanyikan lagu kebangsaaan Belanda Wilhelmus pada saat pelaksanaan upacara (Tempo, 29 Juli 1989).
Pada tahun 1941, Zulkifli Lubis menyelesaikan pendidikannya di MULO. Kemudian ia berangkat ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikannya ke Algemene Middelbare School - B (AMS-B). Sebelum berangkat ke Yogyakarta, ia mendapat pesan dari orangtuanya untuk selalu mencari nasihat dari orang tua dan menghargai orang lain agar dapat diterima dimanapun. Pendidikannya di AMS-B hanya sampai di kelas dua dikarenakan Yogyakarta mengalami kekacauan setelah kedatangan Jepang (Tempo, 29 Juli 1989).
Karirnya di dunia intelijen dimulai pada saat beliau bergabung dengan aktivitas para pemuda dalam bidang kemiliteran yang dikenal dengan sebutan Seinen Koresno pada masa penjajahan Jepang. Kemudian, pada awal tahun 1943, Zulkifli Lubis bersama-sama temannya, di antaranya Kemal Idris, Daan Mogot, dan Yonosewoyo berkesempatan mengikuti kursus Seinen Dojo (Pusat Penggemblengan Pemuda) di Tangerang yang berada dibawah Markas Besar Intelijen Jepang. Pada hakikatnya kursus ini semacam pendidikan akademi intelijen yang berada di bawah Markas Besar Intelijen Jepang. Ia menghabiskan waktu selama enam bulan dengan mempelajari teknik-teknik dasar militer, berbagai latihan fisik seperti senam, renang, sumo dan kendo, ilmu pengetahuan seperti bahasa Jepang, sejarah kolonialisme Belanda dan peristiwa-peristiwa dunia, serta intelijen yang terdiri dari taktik, spionase, kontra-intelijen, propaganda, konspirasi, pengintaian dan kamuflase. Pada tahun 1944, Zulkifli Lubis mendapat kesempatan belajar di Singapura dan Malaysia untuk mendalami pengetahuan tentang intelijen dari para perwira intelijen Jepang (Historia, 2020).
Setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Zulkifli Lubis berpikir untuk menciptakan suatu kemampuan intelijen bagi negara baru. Secara terbuka usahanya didukung dua mantan perwira Jepang yang bertahan di Indonesia. Ia kemudian memberi pangkat dirinya kolonel dan membentuk organisasi intelijen pertama Indonesia dengan nama Badan Istimewa (BI) pada bulan September 1945. Badan ini didirikan dan dipimpin langsung oleh Kolonel Zulkifli Lubis. BI awalnya menjadi bagian dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan bermarkas di Gedung Joeang, Jalan Pejambon Jakarta. Zulkifli Lubis merekrut 40 mantan perwira PETA dan bekas informan Jepang yang ada di Jakarta dan dididik dasar-dasar intelijen seperti informasi, sabotase dan psywar selama satu minggu. Para intelijen didikan Zulkifli Lubis menyebar ke seluruh Jawa untuk menggalang dukungan terhadap kemerdekaan Republik Indonesia sekaligus mendapatkan informasi mengenai aktivitas musuh. Organisasi ini bertugas mendapatkan informasi yang diperlukan oleh tentara nasional dalam menghadapi pasukan Belanda yang mencoba kembali menduduki Indonesia setelah berakhirnya Perang Dua II (Widjajanto dan Wardhani, 2008: 65; Kasenda, 2012: 2; Tempo, 29 Juli 1989).
Pada awal tahun 1946, Zulkifli Lubis mendirikan Penjelidik Militer Choesoes (PMC) dalam lingkungan Departemen Pertahanan. Jaringan PMC berkembang di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. PMC bentukan Zulkifli Lubis ini sering berbenturan dengan divisi militer sehingga Panglima Besar Jenderal Soedirman membubarkannya pada tanggal 3 Mei 1946. Zulkifli Lubis kemudian membentuk badan intelijen baru dengan nama Badan Rahasia Negara Indonesia (BRANI) pada tanggal 7 Mei 1946. BRANI memiliki unit yang bernama Field Preparation (FP) yang bertugas menjalankan fungsi intelijen tempur dan teritorial.
Zulkifli Lubis mendanai badan intelijen dengan melakukan perdagangan ilegal dan penyelundupan senjata ke Singapura. Meskipun dana yang diperoleh tidak mencukupi, agen-agen intelijen dapat berperan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Badan intelijen yang dibangun oleh Zulkifli Lubis ini dibubarkan oleh Menteri Pertahanan Amir Syarifudin yang berkeinginan untuk mengambil alih kontrol intelijen dan menempatkan intelijen di bawah struktur Kementerian Pertahanan (Bakti dkk. [ed.], 2018: 66; Kahfian & Sugiyo, 2020: 15; Widjajanto dan Wardhani, 2008: 66).
Pada awal tahun 1952, Zulkifli Lubis berusaha membentuk kembali badan intelijen di wilayah Jakarta. Namun, upayanya mendapat intervensi dari T. B. Simatupang yang hanya menyetujui rencana pembentukan badan intelijen baru pada tingkatan staf, yang diberi nama Biro Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP). Setahun kemudian, BISAP juga dibubarkan karena kedudukannya yang marginal serta terbatasnya sumber daya dan dana. Meskipun rencananya membangun lembaga intelijen gagal, Zulkifli Lubis diangkat oleh Sukarno menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Akan tetapi, jabatan tersebut juga tak berbuah pembentukan badan intelijen yang baru pada tingkat nasional. Hal yang terjadi justru dalam kurun waktu 1952-1958, seluruh kesatuan militer dan kepolisian memiliki badan intelijen taktis sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang solid, sehingga memaksa beliau untuk fokus terhadap jabatannya (Bakti dkk. [ed.], 2018: 5).
Pada tanggal 28 November 1956, Zulkifli Lubis diberhentikan dari jabatan wakil KASAD. Setelah itu, ia bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) sebagai koordinator militer. Namun karena kepiawaiannya di dunia intelijen, ia lebih banyak mengurusi koordinasi informasi. Selama pemberontakan, Zulkifli Lubis lebih banyak bergerak di Kabupaten Sijunjung, dekat perbatasan Jambi. Keterlibatan Zulkifli Lubis dalam pemberontakan PRRI kemungkinan besar disebabkan kekecewaan setelah upayanya membentuk badan intelijen dari BI hingga BISAP kurang mendapat dukungan dari pemerintah pusat (Bakti dkk. [ed.], 2018).
Pada tahun 1961, saat PRRI ditumpas pergerakannya oleh pemerintah pusat, Zulkifli Lubis ditangkap dan ditahan di sel bawah tanah tahanan Kejaksaan Agung, Jakarta. Ia dibebaskan pada masa awal Orde Baru tahun 1966 dan menetap di Bogor. Setelah bebas, Zulkifli Lubis keliling dunia dan bertemu dengan Mr. Leet seorang Cina muslim. Mr. Leet kemudian menjadi orang yang membuatnya terjun ke dunia usaha dengan mendirikan PT. Riau Timas. Zulkifli Lubis wafat di Jakarta pada 23 Juni 1993 (Tempo, 29 Juli 1989; Bakti dkk., 2018: 67).
Penulis: Ida Liana Tanjung
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum
Referensi
Bakti, Ikrar Nusa dkk (ed) (2018). Intelijen dan politik era Soekarno. Jakarta: LIPI press.
Historia (2020). Zulkifli Lubis: Bapak Intelijen Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Kahfian, Afi & Sugiyo (2020). Intelijen dan Eksistensi Direktorat Intelijen Keimigrasian Pada Direktorat Jenderal Imigrasi. Depok: Percetakan Pohon Cahaya.
Kasenda, Peter (2012). Kolonel Misterius di Balik Pergolakan TNI AD Komandan Intelijen Pertama Indonesia Zulkifli Lubis. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara 2012.
Widjajanto, Andi & Artanti Wardhani (2008). Hubungan Intelijen Negara 1945-2004. Jakarta: Pacivis.