Abdoel Gaffar Pringgodigdo
Abdoel Gaffar Pringgodigdo adalah anggota Badan Usaha Penyelidikan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan juga anggota Panitia Lima yang terlibat dalam perumusan Pancasila. Ia lahir di Bojonegoro pada 21 Agustus 1904, dan meninggal pada tahun 1988. Sebagai putra bupati, A.G. Pringgodigdo mendapat kesempatan sekolah di Europeesche Lagere School (ELS) dari tahun 1911 sampai 1918. Setelah menamatkan pendidikan di ELS, ia melanjutkan pendidikan ke HBS (Hogere Burger School) dan lulus pada tahun 1923, dan kemudian melanjutkan pendidikannya ke negeri Belanda dan menempuh bidang hukum bersama adiknya Abdoel Kareem Pringgodigdo. Ia kemudian lulus dalam bidang Hukum dan Indologi dari Universitas Leiden pada November 1927 (Ingleson, 1993: 77).
Ketika menjadi mahasiswa di Belanda, A.G. Pringgodigdo aktif dalam kegiatan-kegiatan Perhimpunan Indonesia. Akitivitas Perhimpunan Indonesia yang menjadi radikal yang kerap mengkritik pemerintah kolonial juga berakibat pada dirinya. Bersama Ali Sastroamidjojo dan adiknya, Abdoel Kareem, ia termasuk mahasiswa yang mendapat ancaman dari Pemerintah Kolonial bahwa sepulangnya ke Indonesia tidak akan mendapat kesempatan bekerja pada pemerintah dan beasiswa yang mereka terima juga akan dicabut (Ingleson, 1993: 79).
Terkait pentingnya menjadi pegawai pemerintah, A.G. Pringgodigdo pernah mendapat surat dari saudaranya Rachman Pringgodigdo yang mengatakan bahwa cita-cita untuk memerdekakan diri harus juga diikuti dengan pikiran untuk mempersiapkan para pengganti orang Belanda yang menduduki kursi pemerintahan. Keberadaan pegawai negeri kemudian menjadi sangat penting karena merekalah yang akan menggantikan. Surat ini kemungkinan ditulis sebagai respons terhadap arah politik PI yang semakin keras terhadap pemerintah kolonial (Ingleson, 1993: 31).
Setelah menyelesaikan pendidikan tinggi di Belanda, A.G. Pringgodigdo kembali ke Hindia-Belanda dan bekerja pada kantor Gubernur Jawa Timur di Surabaya sebagai pegawai administrasi dari tahun 1927 sampai dengan 1940. Pada tahun 1943 ia diangkat menjadi Wedana Batoer (Gunseikanbu 1944: 65). Pekerjaan yang didudukinya sepulang dari Belanda menunjukkan bahwa dirinya memang seorang administrator. Atas dasar itulah, menjelang akhir masa pendudukan Jepang, A.G. Pringgodigdo dilantik menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan menjabat sebagai sekretaris (Kahin 1995: 153).
Setelah proklamasi, A.G. Pringgodigdo dipercaya sebagai Sekretaris Negara yang berada di bawah langsung Presiden Sukarno. Pada saat Belanda menyerang Yogyakarta di tahun 1948, bersama Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan Mr. Assat, Pringgodigdo diasingkan ke pulau Bangka (Kahin 1995: 428). Pada saat peristiwa itu terjadi, A.G. Pringgodigdo mengatakan bahwa tentara Belanda membakar sebagian arsip miliknya (Kusuma dan Elson 2011: 198).
Terkait arsip miliknya, perlu ditambahkan bahwa ia memiliki catatan rinci rapat BPUPKI, mengingat dirinya adalah sekretaris di lembaga tersebut. Catatan stenografi ini merekam perdebatan yang terjadi dalam rapat-rapat panjang, termasuk di dalamnya adalah tentang perumusan Pancasila yang kemudian menjadi dasar negara. Hanya saja catatan ini sempat dianggap hilang, dan karenanya, Naskah Persiapan UUD 45 karya Yamin yang kemudian dijadikan satu-satunya rujukan. Yamin sendiri menyusun bukunya berdasarkan catatan A.G. Pringgodigdo, tanpa sekalipun menunjukkan arsip aslinya. Meskipun demikian, penelitian A. B. Kusuma yang mencoba merekonstruksi peristiwa dan perdebatan pada rapat BPUPKI kemudian menemukan arsip yang telah dianggap hilang tersebut (Kusuma dan Elson 2011). Dari temuannya itu tampak jelas betapa catatan yang dimiliknya sangat penting karena bisa memberi gambaran yang lebih jelas hari-hari ketika dasar negara Republik Indonesia dirumuskan.
Perlu juga disampaikan bahwa A.G. Pringgodigdo menulis karangan berjudul “Sedjarah pembuatan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945” yang terbit di Madjalah Hukum dan Masjarakat No. 3 tahun 1958 dan Sedjarah singkat berdirinja Negara Republik Indonesia di tahun 1958 juga. Kedua tulisan ini sangat penting dan kerap dijadikan rujukan untuk merekonstruksi sejarah konstitusi negara Republik Indonesia. Kedua karangan tersebut menunjukkan kapasitas dirinya sebagai seorang sarjana ilmu hukum. Ini juga dibuktikan dengan aktivitasnya setelah berhenti di dunia politik sebagai Menteri Kehakiman, ia kembali berkiprah di ranah keilmuan. Ia mengajar di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Gadjah Mada dan Universitas Airlangga. Pada 1954, A.G. Pringgodigdo diamanati jabatan sebagai Rektor Universitas Airlangga. Jabatan sebagai Rektor Universitas Airlangga diemban A.G. Pringgodigdo hingga tahun 1961. Keberhasilan A.G. Pringgodigdo menjadi pimpinan Universitas Airlangga, membuatnya diamanati sebagai Rektor pertama Universitas Hasanuddin di Makassar
Penulis: Gani Ahmad Jaelani
Instansi: Universitas Padjadjarana
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si
Referensi
Gunseikanbu (2604/1944) Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa. Gunseikanbu.
Ingelson, John (1993) Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Kebangsaan, 1923-1928. Jakarta: Grafiti.
Kahin, George McTurnan (1995) Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Solo: UNS Press.
Kusuma, A. K. dan Elson, R. E. (2011) “A note on the sources for the 1945 constitusional debates in Indonesia”, dalam Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Vol. 167, No. 2-3, hal. 196-209).